
Di Indonesia, masih banyak masyarakat yang menguasai tanah hanya bermodalkan surat-surat seperti letter C, girik, petok D, atau bukti-bukti lain non-sertifikat. Umumnya, surat ini diwariskan secara turun-temurun, bahkan menjadi dasar dalam transaksi jual beli tanah. Namun, perlu diketahui bahwa peraturan terbaru telah mengatur bahwa surat-surat tersebut tidak lagi diakui sebagai bukti kepemilikan tanah mulai tahun 2026.
Hal ini diatur dalam Pasal 96 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.
Pasal 96 menyatakan bahwa:
“Bukti kepemilikan atas tanah selain sertifikat hak atas tanah tidak dapat dijadikan dasar pengakuan hak atas tanah dan akan dihapus dari sistem pendaftaran tanah paling lambat 5 (lima) tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.”
PP ini mulai berlaku sejak 2 Februari 2021, artinya masa transisi selama 5 tahun akan berakhir pada tahun 2026. Setelah itu, hanya sertifikat tanah yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang akan diakui sebagai alat bukti kepemilikan yang sah.
Berikut beberapa risiko serius yang harus diwaspadai jika tanah tidak segera didaftarkan dan disertifikatkan:
- Hilangnya Status Kepemilikan
Surat girik/letter C tidak akan diakui lagi oleh kantor pertanahan. Artinya, Anda tidak bisa mendaftarkan atau mengklaim tanah tersebut secara hukum.
- Tanah Berpotensi Dicap Sebagai Tanah Negara
Jika tidak ada sertifikat resmi yang membuktikan kepemilikan Anda, maka tanah tersebut bisa saja dinyatakan sebagai tanah negara.
- Tidak Bisa Diproses Jual Beli dan Waris
Setelah 2026, girik tidak bisa digunakan untuk jual beli atau pewarisan tanah secara legal.
- Tidak Diakui di Pengadilan
Dalam sengketa tanah, girik dan letter C tidak akan lagi dipertimbangkan sebagai bukti kuat.
- Tidak Bisa Digunakan Sebagai Agunan Kredit
Tanah tanpa sertifikat tidak dapat diagunkan ke bank atau lembaga keuangan.
Agar tidak kehilangan hak atas tanah, masyarakat yang masih memegang girik, letter C, atau bukti serupa harus segera:
– Mengajukan permohonan sertifikat ke Kantor Pertanahan (BPN).
– Menyiapkan dokumen pendukung seperti girik/petok D, SPPT PBB terbaru, surat keterangan riwayat tanah dari kelurahan/desa, bukti penguasaan fisik tanah, KTP dan KK.
Perubahan kebijakan melalui PP No. 18 Tahun 2021 Pasal 96 merupakan bagian dari transformasi digital dan kepastian hukum dalam pendaftaran tanah di Indonesia. Namun, masyarakat harus sadar dan bersiap untuk menghadapi dampaknya.
Jangan sampai tanah milik Anda yang sudah dikuasai puluhan tahun tidak mempunyai bukti kepemilikan hanya karena tidak memiliki sertifikat resmi. Manfaatkan waktu yang tersisa hingga akhir 2025 untuk mengurus sertifikat tanah, demi perlindungan hukum dan keberlangsungan hak Anda atas tanah.
