Manusia adalah makhluk sosial yang hidup berdampingan manusia yang membutuhkan manusia lain untuk hidup bersosialisasi. Karena semua manusia memerlukan manusia lain untuk hidup bersama dalam lingkungan masyarakat. Dengan berkehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maka tidak heran manusia memerlukan orang lain untuk hidup berdampingan. Di mulai dari bentuk yang kecil, yaitu keluarga dengan membangun sebuah keluarga yang dimana di dalam keluarga segala kehidupan manusia yang dari laki-laki dan perempuan. Untuk membentuk sebuah keluarga maka seorang laki-laki dan perempuan melakukan suatu ikatan yang disebut dengan ikatan perkawinan atau pernikahan. Perkawinan merupakan ikatan yang sah dan sakral karena didalamnya tidak hanya terdapat ikatan lahir atau jasmani saja tetapi juga ada ikatan rohani. Hal tersebut sesuai dengan rumusan yang terkandung dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi:”Perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk kelarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dari rumusan pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tersebut disimpulkan bahwa suatu rumusan arti dan tujuan perkawinan. Arti perkawinan yang dimaksud adalah ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan sebagai seorang suami dan istri, untuk tujuan pernikahan sendiri adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk Tujuan perkawinan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tidak hanya dilihat dari lahirnya saja tapi juga dilihat adanya suatu pertautan batin antara suami dan istri. Berbeda dengan yang dirumuskan oleh Pasal 26 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Perkawinan dalam pengertian hukum barat adalah :”Undang-udang memandang tentang perkawinan hanya dalam hubungan perdata”.
Negara Indonesia merupakan Negara yang memiliki wilayah yang luas dari sabang sampai merauke. Karena hal itu maka menyebabkan berkembangnya suatu masyarakat atau golongan yang berbeda antara satu dengan yang lain baik dari segi, suku, ras, bahasa maupun agama. Maka masyarakat Indonesia menjadi bersosialisasi dengan masyarakat lain. Dalam kondisi pergaulan masyarakat yang seperti sekarang itulah menjadi dasar terjadinya perkawinan campuran, salah satunya perkawinan beda agama. Sesuai dengan Pasal 28B UUD 1945 menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah” Ketika orang tua akan menikah dengan beda agama ketika mereka memiliki anak akan bingung bagaimana mendidik anak dalam hal agama dan kepercayaan. Selain itu, masalah lain yang akan timbul adalah jika pasangan beda agama tersebut bercerai, maka akan ada persoalan yang ada seperti pengadilan yang mengurus perceraian dan waris. Dan timbul ketika si anak yang lahir dari perkawinan beda agama berhak mewarisi dari ayah dan ibu yang berbeda agama dengan anak tersebut. Penjelasan Umum atas UU 24 Tahun 2013, yang antara lain menjelaskan:
- Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pada hakikatnya berkewajiban untuk memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status hukum setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami oleh penduduk yang berada didalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
- Bahwa salah satu peristiwa penting yang diakui dalam undang- undang ini antara lain adalah kelahiran, kematian, perkawinan, perceraian dan seterusnya (pasal 1 angka 17 );
- Bahwa berbagai Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan tegas menjamin hak setiap penduduk untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, menjamin kebebasan memeluk agama dan memilih tempat tinggal di wilayah Republik Indonesia dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
- Bahwa Administrasi Kependudukan sebagai suatu sistem diharapkan dapat diselenggarakan sebagai bagian dari penyelenggaraan administrasi Negara, yang dari sisi kepentingan Penduduk, Administrasi Kependudukan memberikan pemenuhan hak-hak administratif, seperti pelayanan publik, serta perlindungan yang berkenaan dengan Dokumen Kependudukan, tanpa adanya perlakuan yang diskriminatif.
Selain itu, ketentuan Pasal 35 UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan mengatur bahwa ‘Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berlaku pula bagi’:
- Perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan, dan
- Perkawinan Warga Negara Asing yang dilakukan di Indonesia atas permintaan Warga Negara Asing yang bersangkutan.
Di dalam penjelasan resmi UU Nomor 23 Tahun 2006, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan ‘perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan’ sebagaimana diatur dalam Pasal 35 huruf a adalah perkawinan yang dilakukan antar umat yang berbeda agama,”
Dengan mendasarkan pada kenyataan pergaulan hidup masyarakat, tidak dapat dipungkiri terjadinya perkawinan antar penduduk yang beda agama. Sedangkan dari aspek yang lain tidak terdapat peraturan yang mengatur hal tersebut. Dalam Yurisprudensi Mahkamah Nomor 1400K/Pdt/1986, dipertimbangkan bahwa tidaklah dapat dibenarkan kalau karena kekosongan hukum maka kenyataan dan kebutuhan sosial seperti tersebut dibiarkan tidak terpecahkan secara hukum. untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam kehidupan masyarakat di mana seorang pria dan wanita hidup bersama sebagai suami istri tanpa ikatan perkawinan yang karena berbeda agama sehingga tidak dapat melangsungkan perkawinan yang sah, maka hukum harus memberi jalan keluar terutama memberi perlindungan dan pengakuan status pribadi dan status hukum dalam setiap peristiwa penting yang dialami masyarakat, khususnya dalam hal perkawinan