Yogyakarta, 04 November 2022, Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Indonesia terus meningkat, bahkan publik tanah air sempat di hebohkan dengan kasus KDRT yang menimpa pasangan selebritis yang telah berakhir dengan damai.
Alasan tersebut yang mendorong Rumah Bantuan Hukum (RBH) AFTA menggelar penyuluhan hukum bekerjasama dengan pemerintah Kota Yogyakarta mengangkat tema “Pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan Organisasi Bantuan Hukum (OBH)” yang dihadiri oleh anggota PKK Kel. Baciro. Kegiatan tersebut dilaksanakan di balai RW. 7, Kel. Baciro, Kec. Gondokusuman, Kota Yogyakarta . (04/11/2022).
Hadir dalam kegiatan tersebut Lurah Baciro, Bapak Hendra Sutrisno. Dalam sambutannya beliau mengapresiasi dan berterimakasih kepada RBH AFTA karena telah menggelar penyuluhan hukum di Kel. Baciro.
“korban KDRT tidak melulu perempuan, kita pernah menangani kasus KDRT yang menimpa anak-anak di kelurahan baciro. Akhirnya anak tersebut kita tempatkan di salah panti asuhan. Selanjutnya, kami berterimakasih kepada RBH AFTA yang memberi penyuluhan hukum di kel. Baciro”. Tandas beliau dalam sambutannya.
Umumnya, korban korban KDRT adalah perempuan. Salah satu penyebabnya ialah faktor bias gender tentang hubungan perempuan dan laki-laki. Nilai-nilai patriarkis masih melekat di sebagian masyarakat indonesia membuat kedudukan laki-laki lebih superior di bandingkan dengan wanita sehingga kasus KDRT terhadap perempuan terus meningkat.
Tak hanya perempuan, anak-anak juga sering menjadi korban KDRT. Didikan yang keras kepada anak anak sehingga menyebabkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat, termasuk kategori KDRT. Undang undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) memberi perluasan tentang definisi KDRT. hal tersebut di sampaikan oleh Zakaria selaku narasumber dalam kegiatan penyuluhan hukum.
“UU PDKRT membagi 4 jenis Kekerasan Dalam Rumah Tangga yaitu, 1. Kekesaran fisik; 2. Kekerasan psikis; 3. Kekerasan seksual; dan 4. Penelantaran rumah tangga. Acaman bagi pelaku KDRT pun tidak main-main, mulai dari yang paling ringan 4 bulan penjara hingga yang paling berat 20 tahun penjara. Pidana penjara tersebut dijatuhkan tergantung dari jenis dan tingkat kekerasan yang dilakukan”
“tanpa disadari, seringkali orang tua mendidik anaknya begitu keras, sehingga menimbulkan tekanan secara psikis pada anak-anak. Hal tersebut juga termasuk dalam kategori KDRT yang diatur dalam UU PKDRT. Sehingga hal tersebut harus menjadi perhatian bagi Ibu-ibu yang lebih sering menghabiskan waktu dengan anak-anaknya untuk mendidik anak dengan baik agar terhindar dari perbuatan KDRT.” Jelas Zakaria dalam menyampaikan materinya.
Ridwan Januar, sebagai pemateri kedua menjelaskan tentang pengalamannya menangani kasus-kasus KDRT.
“menjadi tantangan tersendiri ketika menangani kasus KDRT. Terkadang korban KDRT berada di posisi yang cukup dilematis. Jika korban melaporkan suaminya (pelaku) dan berkahir dipenjara, maka, korban tidak ada yang memberi nafkah dan membiayai kehidupan anak-anaknya. Biasanya hal tersebut yang membuat kita menempuh jalur mediasi dalam menyelesaikan perkara KDRT. Akan tetapi tidak semua kasus KDRT yang dapat diselesaikan dengan mediasi, karna beberapa delik dalam UU PDRT adalah delik umum”. Ungkap Advokat muda RBH AFTA tersebut.
RBH AFTA memberi bantuan secara cuma-cuma bagi masyarakat tidak mampu termasuk korban-korban KDRT. Bantuan hukum yang diberikan mulai dari pembuatan dokumen hukum, Non-litigasi hingga litigasi.
Pada akhir sesi, narasumber memberi penutup, agar kita semua tidak hanya memfokuskan diri kita agar terhindar dari KDRT namun juga mencegah diri kita agar tidak melakukan KDRT.
“ibu-ibu, saya ingin menyampaikan kesimpulan sebagai penutup, tugas kita bukan hanya mencegah KDRT itu tidak terjadi pada diri kita sendiri maupun orang orang terdekat kita akan tetapi kita juga harus mencegah diri kita sendiri agar tidak melakukan KDRT. Karna KDRT tidak hanya memberikan korban penderitaan secara fisik tapi juga penderitaan secara psikis” tutup Zakaria.